Community
hatchery?, apakah ini istilah baru?, dan apa bedanya dengan Unit Perbenihan
Rakyat (UPR) yang telah sejak lama dikenal?. Ya, ini adalah konsep pengembangan
akuakultur berbasis masyarakat. “Perbedaannya dengan UPR adalah terletak pada
masyarakat yang menjadi targetnya, jika UPR lebih menekankan pada komunitas
Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan), maka community hatchery memiliki target
lebih luas, seperti; BUMDES (Badan Usaha Milik Desa), KUD (Koperasi Unit Desa),
Karang taruna, Remaja Masjid, Pemuda Gereja, dan lembaga-lembaga sosial lain”.
Ujar Sumoharjo, salah satu dosen jurusan Budidaya Perairan FPIK UNMUL.
“Community hatchery
ini juga lebih menekankan pada keinginan masyarakat yang memiliki potensi
perikanan di desanya untuk berkumpul, belajar, memperdebatkan kondisi
sehari-hari yang dihadapi terkait budidaya ikan, mengembangkannya dan maju
bersama”. Ujar Arif Data Kusuma, salah satu peat and rehabilitation adviser
dari GIZ. Namun, lebih jauh dari itu semua, community hatchery ini menyasar
generasi milenial untuk menjadikan kegiatan produksi bibit ikan (hatchery)
sebagai salah satu start-up yang potensial mendatangkan keuntungan finansial
dan menyerap lapangan kerja, sehingga membantu menurunkan angka pengangguran.
Untuk
merealisasikan konsep community hatchery ini, maka dimulailah kerjasama antara
FPIK UNMUL dengan GIZ dalam rangka proyek rehabilitasi dan pengelolaan lahan
gambut (PROPEAT) di Propinsi Kalimantan Timur. Assessment lapangan segera
dilakukan pada tanggal 17 s.d 21 Oktober 2021 dengan melibatkan 2 orang tim
ahli dari Jurusan Budidaya Perairan, yakni Sumoharjo (ahli akuakultur
engineering) dan Isriansyah (ahli biologi reproduksi ikan). Hasil assessment
tersebut menetapkan lokasi dan spesies yang dikembangkan untuk Kampung Minta
adalah produksi benih ikan nila (Oreochromis niloticus)dan ikan gabus (Chana striata)
sedangkan di Desa Muara Enggelam hanya direkomendasikan untuk pengembangan ikan
gabus.
Tindak
lanjut dari hasil assessment tersebut adalah dilakukannya rencana aksi
pembangunan konstruksi hatchery dan instalasi semua komponen dan fasilitas
standar yang dibutuhkan untuk jalannya sebuah unit usaha perbenihan ikan.
Isriansyah, salah satu dosen Jurusan Budidaya FPIK UNMUL sebagai ahli yang juga
terlibat dalam program tersebut mengungkapkan bahwa “pembangunan hatchery
tersebut dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 21 Nopember 2021, melibatkan semua
lapisan masyarakat, mulai dari aparat desa, BUMDES, hingga masyarakat umum yang
ikut berpartisipasi dan belajar. Bahkan, juga melibatkan 2 orang mahasiswa
Jurusan Budidaya Perairan sebagai asisten (M. Khairil dan Adi Setiawan) yang
tentu masih relevan juga dengan konsep Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM)”.
Pekerjaan
yang dilakukan adalah mulai dari merakit bak terpal, membuat sistem perpipaan
untuk pengairan, drainase, dan jalur aerasi serta membangun konstruksi tiang
dan kanopi pelindung unit hatchery. Total fasilitas yang berhasil di set-up di
Kampung Minta, antara lain; 4 unit bak bundar diameter 2 meter dari bahan
terpal PVC semi karet dengan rangka pipa PVC ¾” untuk pemijahan dan pendederan
ikan nila dan gabus, 4 unit drum volume 200 liter untuk wadah pemijahan ikan
gabus, 2 unit tandon pendederan volume 500 liter, dan 1 unit bak fiberglas
volume 1,2 ton.
Menariknya, program
ini merupakan paket komplit. Setelah proses pembangunan dan instalasi sistem
selesai, langsung dilanjutkan dengan training semi-formal tentang desain
engineering, fungsi dan cara kerja dari setiap komponen yang telah diinstall
dan juga praktek langsung pemijahan ikan nila secara alami dan pemijahan ikan
gabus secara semi-alami dengan penyuntikkan hormon ovaprim. Kapasitas hatchery
yang dibangun tersebut ditargetkan dapat menghasilkan 15.000-20.000 bibit
ikan/bulan, masing-masing untuk ikan nila dan ikan gabus
Syaifullah, Ketua BUMDES di
Kampung Minta menyatakan bahwa unit-unit bak yang ada akan terus dikembangkan
sampai mencapai kapasitas 100.000 bibit per bulan sehingga kelak menjadikan
Kampung Minta sebagai sentra produksi bibit ikan yang dapat melayani permintaan
bibit di Kutai Barat yang selama ini masih disuplai dari Loa Kulu, Kutai
Kartanegara, sekaligus menjadikan community hatchery yang sudah ada tersebut
sebagai sekolah lapang bagi masyarakat yang ingin belajar dan maju bersama.
Secara garis besar, program community hatchery ini merupakan mengejewantahan
dari konsep green economy yang digagas oleh UNEF, yakni; low carbon gass
emission, resources efficiency, and social inclussive yang sejalan dengan
Renstra ekonomi hijau Propinsi Kalimantan Timur. Konsep inilah yang tengah
direalisasikan oleh giz bersama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Mulawarman pada tahun 2021 ini.